Dialog LXX: Di Negeri Para Penc***a Keadilan

pulang malam, seperti biasa. malam yang kontras dengan siang. padatnya jalan di persimpangan diganti sepi. sepi dari pengemudi, sepi dari polisi. sepi... jalan kosong tak bertuan tanpa peraturan.

adalah kisah dari lembaga yang dijadikan ujung tombak pemberantasan korupsi, kpk. ini adalah babak saat ia dikerdilkan sebagai kaum cicak, dan lawan-lawannya dimetaforakan sebagai buaya yang buas dan biasanya jahat. entah mengapa, salah satunya harus besar dan salah satunya harus kecil. besar maupun kecil, konon dua-duanya sama-sama mandul dari dulu. kaum cicak konon kaum yang suka tebang pilih dan buaya-buaya konon suka berat sebelah.

hei, gimana bisa cicak nebang pohon!

er... entahlah... tapi yang jelas, meski banyak cicak di rumah, tetep aja nyamuknya banyak kalo malem -_-.

lalu malam yang tanpa peraturan itu ditembus begitu saja. peraturan dibuat agar aman. jika kita bisa memastikan keamanan di persimpangan, maka kita bisa menjadi hakim, atau presiden, yang memutuskan bahwa lampu merah wajib ditembus. sebagai tambahan, garis putih di persimpangan hanya dekorasi. tanpa ketuk palu tiga kali, semua menjadi hakim.

kasian yang bikin lampu dan ngecat garis itu...

dan koar-koar mahasiswa berdemo mendukung kaum cicak. yang tidak bisa demo berkoar di dalam kampus, memberikan suasana kampus yang asri. tokoh-tokoh gemuk mendukung kaum cicak. buaya-buaya merasa tersudut. yang orang-orang anggap sebagai lawannya didukung orang-orang yang tidak mau disebut binatang. kebetulan buaya di kolam maya hanya didukung oleh seorang brimob yang berucap tidak baik di facebook.

ini salah satu link nya http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2705498 ^_^ kasian dia... pelajaran bagi pengguna facebook untuk tidak mengapprove orang yang benar-benar tidak dikenal ke dalam friendlist.

jauh dari perempatan dengan lampu lalu lintas dan malam hari, 3 orang berjaket mahasiswa naik dalam satu motor, tanpa helm, hampir ditabrak. daftar hadir kuliah diisi oleh tandatangan mahasiswa yang tidak hadir. cakram-cakram berisi bajakan digelar di dekat kampus-kampus, berharap penghuni kampus membeli. dan memang dibeli, meski mungkin bukan penghuni kampus.

buaya-buaya masih bisa ngeles saat kaum cicak melancarkan pukulan lidah maut. penonton bersorak mencibir buaya. dukungan kepada kaum cicak semakin banyak. orang-orang mulai meninggalkan tradisi sabung ayam dan adu domba untuk menonton silat kadal.

sedangkan saya, menembus lampu kuning, telat kuliah, dan mendownload lagu bajakan. malas menonton silat kadal.

males atau ga ngerti? atau apatis?

bukannya mau apatis sih. tentu saya berharap babak kisah kaum kadal ini segera lewat. saat buaya masih sempat berpanasan di jalan dan menggerebek pabrik-pabrik narkoba, kaum cicak tak berdaya sama sekali. musim hujan sudah datang dan nyamuk-nyamuk segera berkeliaran.

er... ga ngerti soal musim hujan. atau kamu termasuk orang yang berprasangka bahwa kisah ini digunakan untuk mengalihkan perhatian terhadap kasus sebenarnya? (bank century or whatever lah itu..)

ga ikutan. tapi mungkin kisah ini terlu didramatisir oleh setiap bangsa kadal dan onyet-onyet gak ta'at aturan yang ikut nonton. mungkin memang seluruh aturan di jagat raya itu ga strict. mungkin memang ada kesepakatan yang tidak saya ketahui bahwa aturan itu harus dilanggar dalam situasi tertentu. mungkin memang pencontek saat ujian tetap wajib bekoar-koar minta keadilan. mungkin memang hukum, peraturan, dan keadilan itu tiga hal yang sangat berbeda.

tapi aku ga ikutan dalam hal-hal yang mungkin. ga ikutan lah pokoknya... mending nonton kartun.

-_-..... btw, baca ini: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2705546 lagi doyan ngaskus ^_^.

Comments

Popular posts from this blog

Dialog LXXX: Banyak Jalan Menuju Tomorrowland (Bag. 1/2)