Dialog LXXII: Kunang-kunang

orang memandang dunia dengan tatapan takjub ketika kecil
dan menggantinya dengan tatapan takut ketika dewasa

-ibad-
seorang teman berkata saat kami bercanda
"basa tpb -tingkat 1- mah sagala teh asa serab, ayeuna mah da gelap weh..."
lalu dia tertawa. kami tertawa. dalam kegelapan tingkat atas yang kami sebut-sebut, kami tertawa.

yup, saat kita sedikit lebih muda dari saat ini, dunia itu silau. silau oleh optimisme, percaya diri, dan mimpi-mimpi.

tiba-tiba sudah ada di sini. bersama teman-teman yang sebagian diam-diam dirinya terbelah antara merasa lebih sampah dari yang lain dan merasa lebih dewa dari yang lain. merasa sedikit ketakutan oleh masa depan dan masa kini yang suram.

saya jadi rindu kunang-kunang. serangga yang lebih lincah dari bintang-bintang meski memiliki kelip yang sama. kelip yang kadang berwarna putih, kemerahan, atau kebiruan.

iya gitu? kunang-kunang cahayanya kuning kan?

ga tahu ya, seingat saya begitu. mungkin ingatan saya tentang kunang-kunang agak tertukar dengan bintang-bintang yang lebih sering saya lihat akhir-akhir ini. soalnya kunang-kunang sudah jarang ada.

iya, kapan terakhir kali kita melihat kunang-kunang?

saya tidak ingat saat terakhir kali melihat kunang-kunang. ingatan yang bisa saya temukan mengenai kunang-kunang adalah saat saya menemukan kunang-kunang di dekat rumah sepupu. itu waktu kecil, sekitar usia sekolah dasar (dan kalau tidak salah memang warna cahayanya warna-warni... atau mata kecil saya salah lihat... tapi entah mengapa saat melihatnya saya merasa harus mengingatnya meskipun tidak terlalu terkesan...). setelah itu memang kalau tidak salah saya melihat kunang-kunang lagi. mungkin di buku harun yahya, saat saya mengetahui bahwa kunang-kunang menghasilkan cahaya dengan efisien sehingga hampir tidak menghasilkan panas.

yang jelas, saya tidak menemukan kunang-kunang saat mulai kuliah. mungkin karena jarang ke habitatnya.

bukannya ingin berkabung kehilangan kunang-kunang, tapi kunang-kunang mengingatkan saat-saat hal yang saya sebut 'segala' itu penuh cahaya. lebih terang. optimis. sebelum 'segala' itu menjadi hal yang ditakutkan. padahal saya pikir saya menjadi lebih pemberani saat beranjak dewasa. tapi ternyata menjadi penakut terhadap hal-hal yang nyata.

prestasi akademik, pekerjaan, persaingan, globalisasi, keluarga, pernikahan, anak-anak, sosialisasi, politik, konspirasi, kriminal, dan hal-hal biasa lain juga berubah menjadi hantu yang mesti dihadapi. 'segala' menjadi menakutkan saat saya tahu bahwa 'segala' tidak akan baik-baik saja.

entah apa yang membuat 'segala' itu jadi dan menakutkan gelap ^_^. soalnya meskipun kunang-kunang yang memberi cahaya di malam-malam yang lalu (mungkin) sudah punah, seharusnya malam tetap cerah.

ada bulan purnama yang selalu dicari sedang tersenyum malam ini.

ada bintang-bintang yang turut berkelip di langit malam yang juga membaurkan lampu-lampu kota.

dan lilin-lilin tetap dinyalakan.

err... mungkin itu karena sebentar lagi natal dan lagi musim krisis listrik -_-.

err... -_-

siang masih tetap cerah

langit biru bercahaya di musim hujan.

pagi hari membawa langit merah dan udara segar.

senja membawa pergi warna pelangi.

dan meski (mungkin) bukan untukmu, bunga-bunga tetap tersenyum.

seharusnya kita tidak pernah merasa gelap. seharusnya mungkin kamu tidak usah bertanya 'bagaimana saya bisa membuat segalanya menjadi terang lagi seperti dulu?'. seharusnya....


sebenarnya saya nulis ini karena lagi suka lagu di atas :p diputar sampai anak-anak pada protes.

Comments

Chron said…
aku juga suka owl city yg fireflies kok
iya, saya juga baru suka setelah denger ke sekian kali :p

Popular posts from this blog

Dialog LXXX: Banyak Jalan Menuju Tomorrowland (Bag. 1/2)