Dialog LXXXIII: Januari 2025
Sedang dalam pengaruh kafein. Mulai pudar setelah jalan-jalan ga jelas di Chiwalk, tarik napas, dan minum air putih sedikit. Nitro Coffee ZR Cafe anjeng. Mantap. Tapi bangsat.
Bung. Bahasa, Bung.
Maaf, pengaruh kafein bikin hati berdebar. Hanya ini yang bisa mengulang rasa patah hati. Namun, tanpa pemanis berupa sisa rasa berharap bekas obsesi asmara.
Kondisi kamu seperti ini, mau nulis?
Keburu lupa. Yah, aku gak akan detail lagi sih. 2025 ini lebih buruk. Sedikit yang kuingat juga lumayan.
Bulan ini aku masih ada kontrak kerjaan Unity dengan Lunar Interactive. Bayarannya lumayan. Selain itu, aku mencoba melamar ke Wisageni Studio di Jogja. Kebayang-bayang kalau pindah ke sana. Namun, saat tes teknis programming... aku kewalahan dan menyerah di akhir batas pengumpulan tugas.
Sedikit hal yang menarik, saat menunggu soal tes datang, aku mencoba demo game K-Pop Idol Stories, game manajemen K-Pop idol bikinan mereka. Hatiku resah ga karuan! Mungkin ini yang namanya anxiety?
Ya itu kayaknya.
Saking bencinya aku dengan tugas manajemen, main game manajemen sampai bikin segini stress-nya.
Mungkin?
Bisa jadi sekali! Ini seperti saat main game Paper, Please! Aku ga tega menentukan nasib karakter-karakter di dalamnya meskipun hanya karakter fiksi. Waktu main demo game Wisageni itu, aku sangat lega saat demonya habis.
Sejujurnya, aku juga ga kebayang kalau mau curhat soal ini ke psikiater atau terapis ngomongnya gimana.
Jangan ngomong soal pergi terapi dulu. Sekarang soal pergi ke Agate ikut Global Game Jam. Ikut kegiatan ini bisa dibilang highlight bulan ini.
Ini adalah hal yang tergolong nekat, karena aku ga tahu apakah skill-ku cukup. Tambah lagi, ini balik ke kantor lama. Aku ga tahu kalau ketemu orang-orang kantor bakal gimana.
Tapi biasa saja, sih. Ketemu Andre dan ngobrol-ngobrol dikit soal kondisi Agate saat ini dan lain-lain. Mungkin yang agak aneh adalah waktu ketemu salah satu eks-developer Code Atma yang mengenaliku dan berterimakasih atas usahaku selama ngurus Code Atma. Kalau ga salah, Gabo? Aku lupa dia programmer atau tim QA.
Kamu merasa aneh? Kalau orang lain akan merasa bersyukur ga sih diberi terima kasih kayak gitu?
Entah, mungkin karena aku tidak merasa berbuat banyak di Code Atma.
Anyway, di luar itu, terjun ke kerumunan orang banyak dalam satu gedung selama 3 hari 2 malam, aku seperti terus-terusan bertahan agar intrussive thought tidak menang.
Tapi, bisa kan? Kamu sepertinya berlebihan.
Jangan meremehkan!
Sebelum game jam mulai, aku tadinya pingin bikin tim yang nyante dan bebas rokok. Aku kasih nama Yuru Jam dan buka lapak rekrutmen di Discord. Gagal karena jumlahnya dikit dan lupa submit jadi orang-orangnya dimasukin sama panitia ke tim lain.
Jadinya aku setim sama Rizki, komposer musik, Hensen, ilustrator, Fina dan Fani, kembar, programmer, dan Kemi, programmer, sebenarnya panitia. Aku ga akan panjang lebar membahas karakter mereka satu per satu. Yang jelas, Rizki dan Hensen agak permisif dengan AI.
Kegiatan ini diperhatikan oleh pemkot. Jadi, walkot yang waktu itu masih Pjs. datang ditambah rombongan protokoler dari polisi dan militer. Acara harus ada nyanyi Indonesia Raya, yang sepertinya secara spontan dan reflek diikuti oleh peserta. Lalu, tema game dibuka berbarengan dengan dimulainya game jam; "bubble".
Karena saya dan dua programmer lain belum jago, dan Kemi sibuk jadi panitia, kita hanya berani bikin yang codingnya sedikit; cerita interaktif dengan sedikit gameplay kasual arcade atau puzzle. Aku ga bia mengutarakan ideku dengan baik saat diskusi, tapi kalau pun ideku dipakai, tidak bisa diimplementasi.
Game puzzle-nya adalah mengumpulkan keping-keping objek yang berbeda dari bubble atau gelembung ingatan untuk membenatuk satu objek kenangan. Ceritanya objek kenangan itu diperlukan untuk seorang perempuan mengingat kembali kenangan yang membuatnya trauma. Kira-kira begitulah.
Hensen gambarnya sebenarnya bagus, tapi kurang waktu untuk menyelesaikan kerjaan sesuai rencana. Rizki bisa menyelesaikan 7 track musik dalam 2 malam! Katanya, itu rekor personalnya. Karena dibantu AI sih. Fina dan Fani menulis naskah cerita, dibantu Rizki dan AI, dan memasukkannya ke game. Aku bisa menyelesaikan coding gameplay arcade dan struktur secara keseluruhan meski mepet. Kemi sebenarnya jago Godot, tapi sibuk diwawancara. Hanya sempet ngajarin Godot sedikit ke Fina, Fani, dan aku.
Kami ga ada koordinator, producer, atau manager. Tempat ngerjain seringkali nyebar, karena ada yang pingin sebat. Kordinasinya lumayan. Kami juga pakai Github. Menjelang akhir waktu game jam, kita diperingatkan Kemi untuk hanya melakukan edit game di satu PC. Waktu itu, aku pikir, kami masih banyak kerjaan yang perlu paralel. Dan kejadian juga. Hasil kerjaan paralel mengalami konflik dan ga bisa digabungin di Github.
Sudahlah, kataku. Yang penting bisa sedikit dipresentasiin. Tapi, Fina dan Fani bersikeras untuk menyelesaikan game ini. Maka aku dan Kemi mencoba ngulik lagi untuk mengatasi masalah conflict saat tim-tim lain sudah presentasi. Setelah itu gagal, Fina dan Fani mencoba memasukkan lagi kerjaan mereka ke dalam game sebelum giliran presentasi kelompok kami.
Ah, kenapa aku selalu sial ketemu cewek-cewek yang pantang menyerah. Bahkan untuk karakter sampingan dalam duniaku seperti si kembar dari Cirebon ini. Eh atau Cianjur ya?
Dengan segala ketidakberesannya, game kami dipresentasikan oleh Rizki. Respon peserta lain cukup bagus. Lebih karena musik bikinan Rizki yang mengheningkan ruangan. Karena memang bagus.
Game bikinan peserta lain bagus-bagus. Yang paling kuingat, game yang menjelaskan "bubble sort", algoritma komputer untuk mengurutkan kumpulan data.
Ceritanya panjang juga ya.
Dan ini belum semua. Tapi, hasilnya adalah... aku menyadari kalau kemampuanku belum cukup. Karena kurang jago, kami memilih bikin game yang ringan di coding tapi berat ke pembuatan aset sehingga membebani Hensen serta Rizki.
Aku ga tahu itu positif atau negatif.
Setidaknya, aku juga jadi tahu kalau naik kereta plus gojek ke kantor Agate ternyata aksesibel juga. Terus, nyoba jalan-jalan di Summarecon Mall. Kalau lagi rame, bikin macet di jalan masuk ke komplek Summarecon.
Ini memang... sebuah pengalaman baru.
Eh, Rais juga ikutan dengan teman-temannya. Cuman... selalu kena musibah. Saat hari pertama ketemu mereka, salah satu teman Rais, Soni, ga sengaja menjatuhkan HP-nya dan ga nyala lagi. Lalu, saat presentasi hasil, tiba-tiba laptop mereka mati. Duh. Entah apakah habis ini mereka masih ada minat di game development atau gak.
Aku coba game mereka di itch.io saat pulang. Agak all-over-place sih. Ada bagian 2D, ada bagian 3D, cerita interaktif, dan puzzle. Kurang terhubung dengan baik secara estetik.
Eh, balik bentar ke acaranya. Aku mengikuti acara sampai akhir sementara teman satu kelompok sudah pada pulang. Ada acara pelantikan pengurus komunitas Game Developer Bandung. Kemi ternyata jadi ketuanya. Makanya banyak diwawancara. Ada pembagian sertifikat juga. Aku ngambilin sertifikat punya Rais dan temen-temennya karena kebetulan bakal ke Garut dalam waktu dekat.
Yup. Begitulah Januari 2025. Kalau ada yang terlewat, biarlah.
Menurutku, Januari cukup memorable...
Comments