Dialog XXIV: Should I Stop When It Just About to Start?

sambil menunggu jangkrik tanda tiada rintik, duduk dengan leher tercekik seperti tangan yang membuat perih tenggorokan. masih cemas dan tiada percaya diri. ya, bahwa aku... hanya ingin lari.

kamu bisa jujur untuk berkata tidak mampu, atau jujur kalau kamu memang malas. itu pilihan.

namun ada suatu kondisi diri saat itu bukan pilihan. namun ...

keadaan? menyerah pada keterbatasan stamina?

bahkan tiada sempat menembus batas stamina.

atau jujur bahwa semua itu mengganggu kuliah. mana yang kau inginkan?

aku hidup dengan kebanggaan akademis sejak kecil. aku tidak bisa menghindar dari itu. namun bisa saja saya lari. perduli dengan semua tanggung jawab! biar aku jadi jahat.

kalau kamu jahat, mungkin kamu sudah membiarkan ibumu menangis.

atau mungkin aku harus menjadi penjahat agar aku tidak melihat ibuku menangis. aku bosan diam mengantuk saat kuliah. bosan menyalin pekerjaan teman. bosan bengong saat ujian. aku besar dengan kebanggaan untuk dapat melewati semua tantangan akademis dengan mudah. aku harus menghindar dari berbagai halangan. bukan hanya kemalasan yang membuatku berhenti. namun kebuntuan dan kebimbangan saat ingin menyelesaikan semua tanggung jawab itu!

tapi kamu nggak bisa kan, berhenti begitu saja dari proyek uppl saat akan dimulai, mengundurkan diri dari tim uap saat hampir dipromosikan, berhenti mengejar posisi asisten fwd, berhenti jaga uap, keluar dari berbagai kepanitian di comlabs, menghentikan kerja orderan klien, dan melepaskan tanggung jawab untuk membuat laporan pip2007? sementara ini kamu nggak bisa lari. saat kamu buntu dalam tanggung jawab dan kerja, mungkin kamu bisa mengisinya dengan belajar. apapun bisa kamu coba. aku juga sedikit sedih dan berat, namun hanya melakukan apapun untuk tidak lari saat ini adalah

Comments

Popular posts from this blog

Dialog LXXX: Banyak Jalan Menuju Tomorrowland (Bag. 1/2)