Dialog LIX: Life Lesson Part 2

#2
kalau rafi, adik sepupuku, dinasehati untuk tidak melakukan sesuatu dan diberi tahu konsekuensinya, dia selalu menjawab 'biarin'. misalnya saat ibunya bilang 'jangan nonton tivi deket-deket, ntar matanya rudak dan harus pake kacamata lho, kayak kakak' dia jawab 'biarin saya pakai kacamata mah'. bocah -_- emang enak pakai kacamata? (belum pernah juga sih, tapi katanya sih nggak enak).

tapi kamu suka kan ma cowo dan cewe berkacamata? ^_^

err... masa aku suka sama cowo???

tapi emang dasar bocah kali ya, ga mikir kedepannya. gak mengkhawatirkan masa depan, hanya menginginkan kesenangan saat ini. mungkin begitulah seharusnya orang non-bocah, mengkhawatirkan konsekuensi dari apa yang diperbuatnya saat ini dan tidak fokus pada kesenangan.

jadi orang non-bocah harus khawatiran terus yak??

ergh! seems right. apa aku jadi bocah aja yak?

#3
sewaktu kulker (a.k.a. wisata) ke jogjakarta, saya ketinggalan rombongan yang menyebar ke pelosok jogja, memadati tempat-tempat yang memang menarik kulkerwan dan kulkerwati (a.k.a. wisatawan dan wisatawati). saya berjalan berdua dengan seorang teman, awalnya hanya untuk berfoto di masjid agung keraton. namun saya lanjutkan dengan 'ziarah kemuhammadiyahan'. menelusuri jejak sejarah muhammadiyah di jalan kauman. tidak terbayangkan, bahkan saat dulu saya belajar kemuhammadiyahan, untuk berpanasan memotret kantor-kantor milik muhammadiyah dan berakhir di gapura gang kauman yang legendaris, tempat lahirnya muhammadiyah (kalau ga salah sih, bukan di sini de).

saat berjalan ke daerah lain di sekelilingnya, saya baru sadar kalau daerah kauman itu masuk kompleks keraton yang dibatasi gapura besar putih di jalan-jalan utama. saat itu pula saya menganggap kehadiran muhammadiyah yang dekat dengan keraton selama hampir 100 tahun ternyata tidak mampu benar-benar mengubah tradisi keraton. takhayul, bid'ah, khurofat, dan primodialisme berlebihan yang diperangi muhammadiyah ada di sampingnya. namun muhammadiyah tidak dapat menghancurkannya, selain mungkin waktu awal-awal dulu k.h.a. dahlan berani mengubah kiblat masjid keraton. selain itu, saya pikir, 'muhammadiyah belum selesai' (a.k.a ga beres).

sekarang saya di sini, di musholla comlabs. arah kiblat sudah ditunjukkan miring sedikit ke kiri relatif terhadap dinding depan musholla oleh stiker kertas yang sudah compang camping namun cukup jelas. tapi tetap saja jema'ah menghadap ke arah lain. bahkan banyak juga yang malah miring ke kanan. bahkan orang comlabs sendiri masih banyak yang tidak mematuhi kiblat. dulu juga waktu di musholla lama, meski sudah ada garis shof, tetap saja jema'ah pengunjung malah menghadap ke arah lain.

jadi ternyata jangankan menghilangkan khurafat, membenarkan arah kiblat juga ternyata bukan urusan yang mudah. -_-

hehe, emang ga gampang. tapi kita lihat sendiri bahwa da'wah perlahan-lahan mengubah wajah lingkungan kita. jadi masih ada harapan. ^_^

Comments

Anonymous said…
beuh ngomongin da'wah,,,

da'wah itu adalah puzzle yang merangkaisendiri,, sebagai salah satu puzzle kita cuma bisa memberi semangat dan motivasi kepada puzzle lain untuk sgera mengisi tempatnya,

nah, bahkan ketika kita sebagai puzzle sudah menemukan tempatnya, jangan merasa nyaman sebelum semua puzzle mengetahui tempatnya,,, itu yang namanya kepedulian
hmmm jadi kalau ada puzzle yang hilang artinya apa?

Popular posts from this blog

Dialog LXXX: Banyak Jalan Menuju Tomorrowland (Bag. 1/2)